CONTOH
KASUS DISKRIMINASI
Diskriminasi adalah fenomena sosial yang menimpa
masyarakat di belahan dunia manapun dan Indonesia sekalipun tidak luput dari
masalah diskriminasi ini. Diskriminasi ini bisa dilakukan oleh negara, kelompok
etnis, ras, agama, kelamin, ideologi dan budaya. Diskriminasi bisa
bersifat langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud langsung adalah yang
dilakukan secara terang-terangan dan yang tidak langsung adalah dengan membuat
suatu pernyataan atau peraturan yang bersifat netral tapi dalam prakteknya
tetap melakukan diskriminasi.
pengertian diskriminasi adalah
“perbuatan atau sikap yang membedakan, perlakuan tidak adil, memberikan
prioritas atau hal yang menguntungkan kepada kaum atau yang kelompok sepihak
karena alasan kesamaan dan merugikan kelompok lain, merendahkan atau melecehkan
suatu kelompok karena merasa kelompoknya superior dan kelompok lain adalah
inferior, merusak atau menghancurkan sistem, tatanan budaya atau kepercayaan
kaum yang berbeda. Tidak selalu diskriminasi disebabkan kebencian, ada
diskriminasi yang bertujuan memojokkan suatu kelompok demi keuntungan pribadi
atau kelompoknya sendiri atau menunjukkan kekuasaan. Contoh yang sering
kita lihat adalah pelarangan pembangunan atau perusakan tempat ibadah, penyerangan
terhadap umat agama tertentu.”
DISKRIMINASI
AGAMA
Hubungan
antara kelompok agama menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Berulangnya
model kekerasan beragama dengan pola yang mirip, merupakan dampak dari tindakan
diskriminasi yang dilakukan negara terhadap kelompok agama minoritas. Bahkan,
kasus kekerasan beragama tidak lagi diselesaikan melalui kebijakan publik namun
menyerahkan sepenuhnya kepada elit politik lokal. dengan keterdiaman pemerintah
dan cenderung melokalkan penanganan kasus seperti ini ,mengakibatkan timbulnya
main hakim sendiri dari kalangan agama konservatif . Fenomena kekerasan
beragama yang kerap terjadi di daerah menjadikan masyarakat kian permisif
terhadap berbagai aksi kekerasan yang dilakukan kelompok tertentu yang
mengatasnamakan agama. Sangat disayangkan bahwa pemerintah masih menganggap
kasus kekerasan beragama yang terjadi selama ini dalam batas normal.Sementara
dari kelompok agama yang melakukan aksi kekerasan melakukan pembenaran dengan
doktrin teologi. Bahaya besar apabila menganggap kekerasan agama yang terjadi
ini sebagai sesuatu yang normal. Contoh kasus tindak diskriminasi Agama yang
sering kita jumpai antara lain : Diskriminasi agama terjadi di Bekasi, Kamis
tanggal 21 Maret 2013 terjadi pembongkaran tempat ibadah orang Kristiani
(Gereja Huria Kristen Batak Protestan di Desa Taman Sari, Kecamatan Setu,
Kabupaten Bekasi) dengan alasan tidak mempunyai izin mendirikan bangunan, untuk
perluasan dan pemugaran. Aksi kekerasan masih terjadi di seputar masalah
pendirian rumah ibadah. Laporan CRCS menemukan ada 39 rumah ibadah yang
dipersoalkan, sebagian besar menyangkut keberadaan gereja yang dipermasalahkan
oleh sebagian umat muslim. Menariknya, 70% kasus terkonsentrasi di Jawa Barat,
DKI Jakarta, dan Banten. Cukup memprihatinkan, 17 kasus kekerasan fisik terjadi
dalam persoalan rumah ibadah tersebut. Sebagian dari konflik rumah ibadah
berujung kekerasan. Kasus persoalan rumah ibadah selama tahun 2010 meningkat
dua kali lipat dibanding tahun 2009 yang hanya ditemukan 18 kasus, Persoalan
izin pendirian masjid menjadi pemicu utama munculnya kasus-kasus persoalan
rumah ibadah. Sebanyak 24 kasus mengandung unsur belum adaya izin rumah ibadah,
sedangkan 4 kasus menyangkut rumah ibadah yang telah memiliki izin, tetapi
tetap saja dipersoalkan. Kenyataannya masalah seputar rumah ibadah tidak saja
menyangkut kerukunan beragama, tapi juga kebebasan beragama. Maka untuk
mengurangi perasaan tersebut perlu adanya sikap terbuka dan sikap lapang antar
penganut agama yang berbeda.
KESIMPULAN
Pembiaran
diskriminasi agama akan membuat disintegritas bangsa. Gesekan masyarakat akibat
diskriminasi agama harus dicegah dan salah satu pencegahannya adalah penegakan
hukum secara konsisten dan juga pengajaran Hak Asasi Manusia yang harus dihargai.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus disebarluaskan.
Dialog yang terbuka antar umat beragama, membuang perasaan superioritas harus
diusahakan dengan asas saling menghormati. Tujuannya adalah demi membangun
masyarakat yang harmonis. Jangan selalu beranggapan bahwa diskriminasi agama
tidak pernah kita lakukan, hanya pihak lain yang melakukan, kita hanya korban.
Pandangan ini harus direvisi dan mulailah kita melihat apakah ada diskriminasi
agama disekitar kita. Dan saat melihat harus dengan kacamata obyektif.
Banyaknya penganut agama yang bersifat ofensif dan tentunya akan menimbulkan
reaksi defensif pada penganut agama lain, akibatnya gesekan. Perlunya memulai
mengubah paradigma bahwa menyebarkan agama demi kebaikan orang lain, mengejar
jumlah umat, menolong yang seiman dan sebagainya. Kembangkan nilai agama baik
agama negara ataupun agama adat yang berbicara kasih dan penghormatan sesama,
hilangkan rasa superioritas. Diskriminasi agama adalah fenomena masyarakat yang
ada di Indonesia dan sudah saatnya dikaji lebih mendalam dan diangkat
kepermukaan dengan tujuan mengikis diskriminasi agama. Ketika berbicara ini
harus disertai sikap yang obyektif dan melepaskan kacamata agama yang kita
anut, jika tidak maka akan bias. Pers dan masyarakat juga harus menyikapi
masalah diskriminasi agama dengan arif bijaksana, karena seringkali
permasalahan-permasalahan sosial dibelokkan ke agama dan ujungnya adalah
masalah agama yang berkobar. Seperti pengertian “Bhinneka Tunggal Ika” adalah
berbicara masyarakat yang harmonis dan saling menghargai bukan saling
mendiskriminasi satu sama lain.